SOMALANGU DI MASA KECILKU (3) ( DOLANAN )

Foto0000Tulisan ini adalah kelanjutan dari serial tulisan saya tentang desa Sumberadi dimasa kecilku, oleh karena itu agar nyambung, sebaiknya dibaca juga terlebih dahulu tulisan di blog ini yang berjudul ‘ Somalangu di masa kecilku (1)’ dan ‘Somalangu dimasa kecilku (2)’.
Kenapa kali ini saya tulis tentang dolanan, karena dolanan adalah bagian dari budaya lokal, yang kadang kadang sarat nilai nilai, terutama bagi yang bisa mendalaminya. Dolanan di Sumberadi , kampung halamanku mungkin saat ini sudah punah , kalau mereka yang berumur 35 tahun ditanya tentang itu, mungkin sudah tidak ada yang mengenalnya, tetapi pada masanya dolanan juga bisa menjadi sarana hiburan, pendidikan ,pergaulan dan pewarisan nilai nilai sosial yang ada. Saya ingin tulis hal ini, semoga ada penggali budaya lokal bisa menggali lebih lanjut. Tulisan ini saya buat apa adanya, tanpa opini, tafsir apalagi analisa dan pendalaman nilai2 yang terkandung didalamnya ( kalau ada ).
Istilah dolanan dimasa kecil punya dua arti besar. Bisa berarti alat mainan khas produk Sumberadi, yaitu macam macam benda mainan anak anak yang akan banyak diproduksi menjelang lebaran, bisa juga berarti macam macam permainan bersama yang dilakukan anak anak diwaktu senggang,baik siang hari maupun malam hari disaat terang bulan.

MAINAN KHAS PRODUK SUMBERADI

Tentang mainan khas produk Sumberadi, banyak sekali jenisnya, antar lain klunthungan, othok othok, terbangan, kodhokan, manukan ,orek orek dan lain lain.
Mbokayu Sanudin dan Mbokayu San Rois adalah salah seorang diantara mereka , yang menjelang lebaran biasanya membuat terbang cowek. Coweknya terbuat dari tanah liat, biasanya mereka kulak dari luar desa entah dari mana, kemudian mbokayu Sanudin/ San Rois tinggal mangkis dengan gerdus tipis dan kemudian dilukis dengan macam macam gambar, menggunakan teres dan pewarna lainnya.juga membuat tipas sederhana dari kertas dan bambu dengan lukisan warna warni yang menyolok. Mereka juga membuat othok othok, sebuah gledhegan beroda dari bambu yang bila dijalankan bisa berbunyi otok2 terus.
Kluntungan rangkanya juga dari bambu diwangkis pakai kertas kripik sampul buku warna warni yang diberi bandul dikanan kiri dari jagung jali, bila digerakkan biji jagung jali tersebut akan memukul kertas wangkisan maka bunyilah tung tung , maka namanya menjadi klunthungan.
Kalau manukan dan kodhokan yang paling banyak membuat adalah anak2 mbok Sandireja, yaitu Musman, Sunari dan Mukri. Manukan adalah sejenis peluit berbentuk gambar burung. Peluit itu ditiup dari arah ekor, dan bila di bagian perut dikasih gabes maka bunyi peluit menjadi ada getarannya, tidak lagi tiiiit, tetapi menjadi tulit tulit. Bunyinya mirip sawangan yang ada pada burung merpati yang diterbangkan. Bahannya adalah dari tanah liat yang dicetak .
Kodhokan terbuat dari tanah liat juga, yg pencetakannya terdiri atas bagian kepala, dan bagian pantat. Dibagian pantat diberi sejenis peluit (sempritan ) , kemudian antara bagian atas dan bawah disambung dengan kertas, sehingga diperut kodokan tersebut dapat diisi udara, kalau ditekan maka udara keluar lewat peluit di pantat maka berbunyilah si kodok tadi.
Menjelang lebaran dari prepegan, pasar sore sampai badan pitung dina, hampir semua remaja, pemuda maupun bapak bapak muda berjualan dolanan tersebut. Awalnya di pasar Kebumen, Wanasari Kedungjati, maupun Warung Pelem/pasar Selang, kemudian kelaut, Bocor, Petanahan Ambal dll. Ledhung adalah salah seorang dari mereka itu. Satu saat entah hari keberapa, dia konvoi dengan yang lain, mengalami kecelakaan lalu lintas hingga meninggal. Itu sangat membekas bagi kami warga Sumberadi. Tetapi entah kenapa ketika saya menulis ini saya lupa apa bentuk kecelakaan itu, apa ketabrak sepur atau mobil saya lupa.
Dolanan othok2 dsb itu seolah olah menjadi trade marknya desa Sumberadi, sehingga kalau anak sekolah sedang bertanding kasti atau pemuda bertanding sepak bola dengan desa lain, kalau saling berolok olok, tentu anak anak Sumberadi di olok2 dengan otok2 atau orek2 dan semacamnya. Seni membuat mainan ini, yang sempat bertahan dan berkembang sampai tahun 80 an tinggal si Tum menantu mbokayu Sanudin, yang lainnya umumnya sudah pada alih profesi .

DOLANAN BERUPA PERMAINAN

Dolanan yang sipatnya permainan yang cukup lazim adalah bagi perempuan kubuk , santren (dakon) , bekelan, bagi laki laki untuk menunggu magrib biasanya dam daman, mul mulan, halma gatheng dan macanan. Ada permainan yang saya dilarang ikut oleh bapak/sibu (Sibu adalah cara kami meanggil ibu kami) adalah lowok dan kom2an karena biasanya ada unsur taruhannya, yaitu berupa dir atau karet yang dipasangkan menjadi taruhan untuk yang menang. Juga wayang umbul, apalagi kocok wayang yang pakai sanga dobel dsb.
Dam2an atau halma biasanya dilakukan dengan bidang tempat bermain berupa tegel/ jubin di emper masjid digambar dengan kapur, sedang bijinya menggunakan watu putih dan watu ireng. Kalau halma bertiga , dengan tempat yang segi enam maka orang ketiganya menggunakan biji berupa pecahan gendeng dibuat kecil kecil.
Macanan ada dua macam, Macanan dengan media segitiga yang dibuat garis didalamnya atau macanan dengan menggunakan media dam daman dengan satu macan melawan 24 orang.
Mul mulan juga ada dua macam, medianya adalah 3 segi empat, terkecil ditengah dan yang lebih besar diluarnya, dan terbesar dibagian paling luar, kemudian dari bidang terdalam dihubungkan dengan bagian luarnya dengan garis datar. Ini masing2 pihak mempunyai 9 biji. Tapi kalau setiap sudut juga dihubungkan dengan garis diagonal, maka biji masing masing menjadi 11 biji.
Mainan lain yang laki maupun perempuan juga senang adalah gatheng. Teman saya gatheng antara lain bernama Kholil, pembantu nyai Mahfudz, anak Logending.
Kubuk saya sering main dengan anak anak perempuan yang ngaji dirumah. Kubuk ada beberapa macam , ada serokan (dengan menggunakan serok dari kulit sawo, atau kulit kethewel) manukan (dengan alat pemungut pakai ujung jari telunjuk yang dibuka dan ditutup sebagai paruh burung sementara bagian dari telapak tangan dikatupkan dan berfungsi sebagai perut burung . Ada juga kubuk ceples, yaitu dengan menggerakkan ujung jari kesebuah kecik agar kecik itu bergerak dan dikenakan kepada kecik sasaran dan jangan sampai kena kecik yang lain.
Dolanan dimalam padang bulan, saya lebih banyak dolanan dengan perempuan perempuan yang ngaji kepada Ibu. Banyak macamnya , tapi yang paling populer adalah gobag dan umpet umpetan. Gobag adalah jenis permainan beregu, dan masing masing regu terdiri atas tiga lima atau tujuh orang . kalau tiga orang , maka arenanya seperti garis berbentuk huruf H besar , tapi garis ditengah agak panjang. Pihak yang pasang berjaga di masing masing ruas pada garis berupa huruf H tersebut. Prinsipnya yang kuju berusaha melintas dari sisi sebelah kiri huruf H tersebut ke sisi sebelah kanan dan balik ke sisi sebelah kiri jangan sampai tersentuh olah mereka yang pasang tadi. Bila seseorang telah sampai sebelah kanan dia berstatus sebagai ”maling”, dan bila dapat sampai ketempat asal di sebelah kiri maka permainan dikatakan telah buyul, dan satu poin di peroleh oleh pihak yang kuju.
Bila salah satu anggota regu tersentuh oleh pihak yang pasang, maka posisi bertukar. Regu yang kuju berganti menjadi pasang, dan sebaliknya yang pasang menjadi kuju. Menang kalah ditentukan oleh berapa banyak masing masing dapat menyelesaikan gerakan (buyul ).
Bila pesertanya lebih dari tiga, maka kaki dari huruf H tadi ditambah lagi, dan garis datarnya diperpanjang. Pemain gobag terbaik pada waktu itu, dari kalangan senior adalah Supinah, anaknya Si Ali, dari kalangan menengah Si Sam anaknya Si Rom, adiknya Pak Ali dan dari kalangan yang lebih yunior adalah Kanap, anaknya Mansyuhada,salah satu keturunan Eyang Kaji Jamil

UMPET UMPETAN

Umpet umpetan juga permainan beregu , yang pasang bertugas menjaga sebuah penclokan, ditandai dengan sebuah pohon atau apa, dan pihak yang kuju bersembunyi. Kemudian pihak yang kuju berusaha memegang penclokan tersebut tanpa tersentuh lawannya. Karena pihak yang pasang tidak boleh terus menerus nempel di penclokan, dan suasana agak temaram, maka segala strategi diatur agar dapat mengicuh lawan agar bisa nyentuh penclokan tersebut sambil teriak “blooong” . Menanglah ia dan dapat satu point. Kalau tersentuh maka para pihak harus tukar posisi, yang kuju jadi pasang dan sebaliknya. Permainan ini sering dilarang oleh Sibu lewat yu Um, karena membuka peluang bagi gadis gadis untuk kelayaban dengan alasan lagi sembunyi.
Yang lebih asyik bagi gadis gadis adalah bermain sambil bersenandung dan tetap berada disekitar halaman rumah . Permainan seperti ini juga banyak macamnya, ada Jae jae sarimpang, ada Kadal kadalan, Limar limur, Jedungan.
JAE JAE SARIMPANG
Jae jae sarimpang adalah sejenis tari ketangkasan, yaitu dengan mereka berdiri membuat lingkaran dengan posisi masing masing menghadap keluar. Satu kaki mereka dikaitkan satu sama lain sehingga menjadi lingkaran yang berkait dan kaki yang lain sebagai penyangga tubuh, dan mereka bergerak dengan dengklek bersama sambil nyanyi. Teks nyanyian sebagai berikut:
”Jae jae sarimpang, dibebek dari sa lumpang,
jarote jarote ,cikal banyak mangan roti, roti roti ketinggi”.
Jarang jarang mereka dapat menyelesaikan nyanyiannya dengan terus dapat memelihara keterkaitan kaki kaki mereka Karena itu kalau berhasil lalu tertawa bersama sama.

KADHALAN

Kadhalan terdiri dari tiga orang , dua diantaranya merangkai dua tangannya, dan anak yang satu lagi menaikkan satu kakinya keatas rangkaian tangan tersebut, dan kaki yang satunya lagi tetap untuk manyangga tubuh, kemudian dua anak tersebut bergerak dari ujung halaman ke ujung yang lain dan yang sorang lagi dengan hanya bertumpu pada satu kaki berusaha mengikuti gerak dua anak tadi, sambil bersama sama menyanyi begini.
”Kadhalan kadhalan kadhale kadhal ijo , ijo ijo ketonggo”.

LIMAR LIMUR

Limar lemur permainan yang menggabungkan antara tari, nyanyi dan adu ketangkasan berpikir. Permainan terdiri atas dua regu, anggota masing masing regu bebas, tetapi harus sama banyaknya dan secara fisik harus seimbang, artinya, kalau regu A ada yang fisiknya besar, maka regu B harus begitu. . Mereka berjejer berhadap hadapan sambil bergerak maju mundur dengan gerak tarian tertentu sambil nyanyi bersama, dan pada akhir nyanyian, mereka berhenti dengan posisi regu yang satu ( A) berdiri dan regu lainnya (B) jongkok dengan sikap hormat. Nyanyiannya begini.
”Limar lemur si Limur kembang setaman
wora wari ganjar pura
kasur mendut kasur sari
wong lanang manas ati,
tak sumbang tak punjung
padang wulan pitanjo,
lintang logando”.
Kemudian regu yang berdiri bertanya dengan nyanyian :
”Mbok besan mbok besan saweg menapa sari mbokne pitanjo lintang
logando”
Oleh pihak lainnya di Jawab :
”Saweg ….. sari mbokne pitanjo lintang logando”.{Titik titik tadi diisi dengan kata kerja}.
Mereka melanjutkan permainan seperti dari awal lagi dengan nyanyian limar limur dan seterusnya. Pada ujung nyanyian dan mereka berhenti, maka posisinya dibalik regu yang tadi berdiri menjadi jongkok dan sebaliknya. Juga yang tadi menjawab sekarang bertanya dan sebaliknya. Titik titik dalam jawaban harus kata kerja yang merupakan kelanjutan logis dengan jawaban pertama tadi. Demikian terus bergantian seperti nyanyian sedang apa, dalam kegiatan pramuka. Regu yang tidak dapat menjawab dengan logis dinyatakan kalah. Yang kalah harus menggendong yang menang dari ujung halaman ke ujung lainnya.

JEDUNGAN

Dolanan Jedungan lain lagi. Regu A berdiri disebelah kiri halaman, regu B disebelah kanan. Ditengah ada pemimpin permainan. Salah satu anggota regu A maju mendekati pimpinan pertandingan, dan membisikkan salah satu nama dari anggota regu B kepada pimpinan permainan, lalu kembali ketempat. Lalu salah satu anggota dari regu B maju mendekati pimpinan permainan untuk melakukan hal yang sama. Bila yang maju tadi adalah nama yang di sebut oleh regu A, maka sebelum dia menyebutkan nama dari regu A, maka pimpinan permainan berteriak Jedung, berarti regu B kalah dengan hukuman menggendong seluruh anggota regu yang menang, tetapi bila yang maju bukan orang yang disebut tadi maka ia membisikkan anggota regu A. Demikian secara bergantian. Oleh karena ada acara gendong menggendong, maka secara fisik anggota regu harus seimbang.

WONG WONGAN.
Anak anak perempuan yang mengaji, pada umumnya tidur ditempat pengajian, sehingga dirumah saya banyak gadis yang tidur, dan pulangnya besok habis subuh. Oleh karena itu sebagai anak terkecil saya dapat mengikuti mereka dolanan.
Ada sejenis dolanan yang unik ,dan dilakukan dalam rumah. Namanya wong wongan. Permainan dibuat beregu, masing anggotanya terserah. Ditengah arena dipasang tirai, biasanya pakai jarit yg seluruh anak anak pasti membawanya, untuk selimut tidur. Pihak yg kuju menempelkan salah sorang peserta, biasanya kepala atau yang dianggap kepala, ke tirai, agar bisa diraba dari balik tirai, Lalu pihak yang pasang setelah memegang megang “kepala” tersebut, mencoba menebak nama pemilik kepala tersebut, kalau betul permainan berganti posisi ,yang tadinya pasang menjadi kuju dan sebaliknya. Agar sulit ditebak“kepala” tersebut sering dikamuflase, dengan dibungkus rangkap banyak, agar sulit di tebak. Pernah juga ada yang merapatkan ”sesuatu”dan dijadikan kepala sebetulnya adalah lutut seseorang atau pernah juga pantat. Sebaliknya pihak yang lain pun punya cara untuk bahan menebak, misalnya dengan mengira ira model rambut seseorang . Ada juga yang dengan membuat humor, sehingga dari suara tertawa pihak lainnya bisa diketahui posisi masing masing anggota lawan, jadi bisa di tebak siapa yg berposisi sedang dibungkus kepalanya. Untuk amannya permainan, pihak yang harus menebak selalu diarah lampu, sehingga tidak dapat melihat bayang bayang pihak lawan.

KACALAN

Masih masih banyak permainan permainan lain, seperti Panggalan, layangan , kacalan dsb.
Khusus kacalan, adalah permainan khas Sumberadi, yang anak2nya waktu itu sering melihat latihan militer. Konsep permainan ini adalah perang, Permanan terdiri atas dua grup yang jumlah anggota masing masing grup terserah kesepakatan.
Satu grup berperan sebagai penyerbu, sedang grup lainnya barisan pertahanan yg harus mempertahankan markas yg ditandai dengan bendera yang dipancangkan. Senjatanya adalah tanah liat. Seorang yg dilempar dengan tanah liat kena dinyatakan mati, dan tidak boleh ikut main lagi. Grup dinyatakan menang bila pasukan lawan mati semua. Kemenangan besar diperoleh, bila penyerbu bisa merebut bendera dan pasukannya tidak habis, sementara pasukan pertahanan musuh habis.
Kebun kebun yg penuh pepohonan atau bekas bangunan pondok yg habis terbakar dijaman AOI dan hanya bersisa umpak dan reruntuhan umpak dan tembok adalah tempat yang baik , karena bisa untuk berlindung sambil menyerang atau bertahan. K Hanif anak rama pusat yg pernah jadi tentara kecil pernah ikut kacalan, Dia atur siasat seperti taktik perang betulan. Pasukannya yg hanya sepuluh anak dibagi menjadi 3 bagian. Pasukan Induk 4 anak, sayap kiri dan kanan masing masing 3 anak. Awalnya pasukan induk yg maju, menyerang musuh yg dua kali lipat, Kemudian dengan pura pura terdesak, pasukan induk mundur pelan pelan, sementara pasukan sayap, dari balik pepohonan diam diam merangsek kedepan. Tiba pasukan lawan tersadar, ketika sudah terkepung, kalau hanya bersembunyi dibalik pohon, maka ia tidak bisa mengelak ketika dibidik dari arah lain (samping). Tentu saja gus Hanip menang. Habis, permainan anak anak dilawan dengan strategi tempur beneran, yang setelah saya besar saya tahu bahwa menurut buku Api dibukit Menoreh itu adalah gelar “Garuda Nglayang”.
Hariri adalah salah seorang anak yang ngeyel. Dia mau nglempar tanah liat agak besar, katanya granat, jadi asal jatuh di dekat sesorang harus mau dinyatakan mati, Karena, pecahan granat kan bisa terhambur kemana mana. Kalau dia kena tangan kanannya, dia tidak mau mati, tetapi tetap melawan dengan menggunakan tangak kira yang katanya punya “pestol”. Kalau terkepung ia lari ke sungai dan menyelam, katanya kalau ada peluru sampai tidak mampu melukainya, karena baranya sudah padam oleh air sungai, katanya.

SEBUAH ANEKDOT
Ada satu kejadian lucu. Anak anak perempuan sudah dilarang pergi terlalu malam dari tempat ngaji, mereka nekad pergi. Yu Um (lebih terkenal dipanggil dengan Bu Um), dengan mereka yang hanya duduk dihalaman rumah, membuat satu strategi. Salah seorang (kalau tidak salah Salbiyah) dengan ditemani Surati memakai mukenah (rukuh) di belakang rumah Mbok San Rois, (orang tua Surati), menjadi hantu pocong. Ketika mereka yang pergi pulang melihat benda putih dibelakang rumah San Rois, ber teriak teriak sambil lari lari kerumah karena merasa melihat hantu. Yang tidak takut Cuma Saripah. Yu Um pura2 bijaksana sambil menegur ada apa, tidak pantas anak gadis keluyuran malam dan teriak teriak. Mereka bercerita tentang hantu, sementara si Hantu tadi cepat cepat masuk rumah lewat pintu samping dan pura pura tidur. Ketika beberapa waktu kemudian rahasia itu terbongkar, Si Tum tetap tidak percaya karena sudah terlanjur merasa melihat hantu dan ketakutan.
Itulah beberapa serpihan kenangan desaku Sumberadi di masa kecilku

Purwokerto 24 Januari 2016.
HR Manshur Mu’thy A Kafi

Pos ini dipublikasikan di Somalangu tanah kelahiranku. Tandai permalink.

Satu Balasan ke SOMALANGU DI MASA KECILKU (3) ( DOLANAN )

  1. Misbachul Munir berkata:

    Saya termasuk generasi yg mengalami dan menangi macam ragam dolanan yg diceriterakan oleh Pak Kyai Mansur dg uraian yg cukup mendetail.Yg paling populer adalah gobak sodor atau di tempat saya Kauman Kebumen dikenal dg “blodor” yg konon menurut Pak Karno guru bahasa Inggris saya di SMP Negeri 2 Kebumen berasal dari permainan bernama ” Go back through the door “.Terima kasih Pak Kyai Mansur atas tulisannya yg telah membangkitkan kenangan di masa anak-anak.

Tinggalkan komentar